Monday, April 24, 2017

Review : Horizon Zero Dawn (PS4)

Setelah biasa2nya saya selalu telat mainin sebuah judul games karena kesibukan, akhirnya saya ngerasain juga mainin game yang masih banyak dicari orang. Yup, setelah berbulan2 galau milih antara upgrade PC atau beli console, akhirnya saya memutuskan untuk beli console aja. Pilihan saya jatuh ke PS4 karena pertimbangan game2 ekslusif-nya yang lebih menarik bagi saya ketimbang Xbox yang biasanya game2nya keluar juga di PC Windows.
Niat awalnya sih mau beli PS4 di pertengahan tahun ini, tapi setelah denger info tentang game Horizon Zero Dawn yang rilis di bulan Maret, saya jadi kebelet untuk buru2 beli PS4 saat itu juga. Buat saya godaan game yang merupakan game ekslusif PS4 ini lebih dahsyat daripada iklan sirop di bulan puasa. Gimana engga, game Horizon ini men-cover semua yang suka dari sebuah game. Game Action adventure dengan konsep open world, gameplay yang ga ngebosenin, dengan bonus grafik yang menarik. Bahkan beberapa situs games besar ngasih review yang positif dan skor yang lumayan tinggi. Bisa dibilang, game besutan Guerilla Games ini over expectation, terutama untuk ukuran seri game baru. Maklumlah, buat saya mengeluarkan uang sebesar Rp 650.000 untuk sebuah game bukan perkara mudah, saya harus memastikan kalau game yang mau saya beli ini bener2 worth it :D

Suasana dunia dalam game ini cukup menarik, kombinasi dari mesin2 berwujud hewan, manusia yang terbagi dalam beberapa tribe, dan gedung2 tinggi yang udah jadi reruntuhan. Semua itu bikin kita bertanya2, kenapa ada mesin2 canggih di tengah2 kehidupan manusia yang primitif. DI satu sisi mesin2 tersebut canggih sehingga memiliki pemikiran dan naluri masing2, tetapi di sisi lain manusia menggunakan tombak kayu dan panah untuk berburu dan mendewakan matahari dan benda2 peninggalan jaman dulu. Teka-teki inilah yang menjadi inti dari cerita dalam game ini, termasuk karakter yang akan kita mainkan yang ternyata menjadi salah satu kunci misteri tersebut.

Horizon Zero Dawn, dari playstation.com

Dalam game Horizon kita bermain sebagai Aloy, seorang anak perempuan yang ga diakui oleh sukunya karena ga punya ibu dan tumbuh sebagai outcast. Aloy diasuh oleh seorang outcast juga bernama Rost. Nah si om Rost inilah yang mengajarkan Aloy cara bertahan hidup diantara para mesin dan ngasih jalan untuk mencari tau tentang jati dirinya. Di awal game kita bakalan memainkan tokoh Aloy kecil sebagai tutorial sekaligus menceritakan latar belakang si Aloy. Setelah tahap tutorial ini barulah muncul cut scene yang ngeliatin perkembangan si neng Aloy sampai remaja. Setelah neng Aloy remaja inilah kita mulai permainan yang sebenarnya dimana kita bisa free roam di area yang udah di-unlock dan nyoba berbagai senjata yang unik. Untuk ceritanya sendiri, berawal dari Aloy yang mempertanyakan mengapa dia dijadikan outcast karena ga punya ibu, dan siapa ibunya sebenarnya. Niat awal Aloy yang mau mencari tau tentang jati dirinya, berkembang jadi lebih dalam dan luas, sampai berhbungan dengan pertanyaan kenapa ada mesin dimana2 dan kemana peradaban manusia sebelumnya. Bisa ditebak alur cerita berkembang karena tenyata Aloy ini emang bukan orang sembarangan. Cerita yang penuh teka-teki ini bikin kita menebak2 dan ngikutin setiap ceritanya.

Gameplay game Horizon sangat menarik. Untuk yang suka dengan gaya permainan stealth kaya saya, kita beneran dimanjakan dengan fitur2nya. Selain panah dan tombak sebagai senjata utama, kita juga bisa bermain strategi dengan memasang berbagai jenis trap, sembunyi di rerumputan ataupun manjat2 ke tempat tinggi untuk melancarkan silent attack. Sudut pandang game ini adalah third person, dan mungkin buat yang pernah main Assassin Creed bisa ngerasain sedikit aroma2 gaya bermain stealth-nya. Game ini mapnya ga terlalu besar dan cerita utamanya juga ga terlalu panjang. Untuk ngejalanin semua misi dan sampai dapetin trophy platinum, saya hanya butuh waktu sekitar 60 jam aja. Untungnya misi2 dalam game ini bagi saya ga membosankan, make every second worth it :D

Gameplay Horizon Zero Dawn

Dari segi grafis, game ini oke banget. Saya sendiri sebenernya tipe yang lebih mementingkan gameplay dan cerita, tapi dapat game dengan grafis bagus jadi bonus besar buat saya. Grafisnya mengagumkan karena grafis dalam cut scene hampir sama bagusnya dengan grafis dalam gamenya. Apalagi game ini disiapkan untuk memaksimalkan fitur di PS4 pro, bisa dibayangin gambarnya bakalan mulus dan tajam, walaupun spec TV juga ada pengaruhnya. Saya juga kagum dengan detail gamenya, kaya rumput dan rambut karakter yang melambai per helai sesuai arah angin, dan baju yang dipake juga melambai sesuai dengan gerakan karakternya. Saya pribadi suka banget sama detail dalam cut scene. Dalam cut scene karakter kita akan muncul menggunakan baju yang sesuai dengan baju yang sedang kita pakaikan saat itu. Untuk background-nya pun menyesuaikan dengan keadaan saat itu, misalnya kalau saya lagi "parkir" tunggangan saya, ya dia bakalan kebawa sebagai background pas cut scene itu. Keren :D 

Trailer Horizon Zero Dawn

Sayangnya, sama kaya manusia, ga ada game yang sempurna. Bagi saya dan yang pasti bagi para pemain yang punya kecenderungan OCD mungkin bakalan rada terganggu sama final-nya. Tapi selain dari itu game ini oke banget untuk saya, saya juga ga nemu bug atau glitch yang berarti sih. Saya berani deh merekomendasikan game ini buat temen2 yang punya PS4. Tapi saya tetep mneyarankan nonton dulu sedikit bocoran gameplay-nya di Youtube an cari2 info sebelum beli, karena gimanapun juga semua balik ke selera masing2. 

Selamat bermain :)


Friday, March 17, 2017

Kampung Vietnam di Batam

Waktu jalan2 ke Batam saya membulatkan tekad untuk mengunjungi salah satu tempat wisata yang bernama Kampung Vietnam. Kampung Vietnam atau yang dikenal juga dengan sebutan Eks Kamp Sinam (singkatan dari Pengungsi Vietnam) ini ceritanya adalah sebuah perkampungan yang menjadi tempat penampungan pengungsi Vietnam sekitar tahun 1975 sampai dengan tahun 1996. Letaknya ada di Pulau Galang, sekitar 1,5 jam perjalanan dari Pulau Batam. Daerah sekitar tempat wisata ini tergolong sepi, boro2 ada warung, nyari angkutan aja susah. Untuk masuk ke dalamnya juga masih lumayan jauh, jadi kalau mau wisata sejarah ke tempat ini sebaiknya emang bawa kendaraan sendiri sih.
Untuk masuk ke area Kampung vietnam ini kita dikenakan biaya masuk Rp 5.000/orang dan Rp 10.000 untuk mobil, dan kita bakalan dikasih tiket resmi yang berbentuk kertas warna merah dan biru. Pas di pos ini saya agak lega sih ngeliat di depan saya lumayan banyak mobil yang mau masuk juga ke tempat ini. Soalnya Kampung Vietnam ini sekarang kosong ga berpenghuni, jadi saya ngebayangin kalau sepi kayanya serem juga kalau ada begal atau orang2 yang berniat jahat. Apalagi sejak masuk ke Pulau Galang ini udah sepi banget, ditambah lagi sinyal HP yang mati segan hidup ga mau. 

Setelah bayar tiket, kami masuk melewati gapura masuknya. Di sini kami menyususri jalan kecil yang udah di-aspal, dengan pepohonan yang sebenernya ga terlalu rindang. Entah kenapa begitu masuk saya langsung punya feeling kalau saya udah suudzon terhadap objek yang salah. Saya langsung lupa sama kekhawatiran saya sebelumnya tentang begal / rampok, saya malah jadi lebih takut sama yang bukan manusia, soalnya tempatnya spooky banget ToT . Kurangnya petunjuk jalan dan lampu penerangan menambah kesan spooky di area dengan luas 80 hektar ini. Padahal kami datang siang2 tapi cuaca gelap karena mendung, dan kami juga datang cuma berdua. Duh, mana mobil depan itu ko cepat banget ya majunya T_T . Walaupun sambil merinding disko kami harus tetap maju dengan hati2, soalnya banyak monyet berkeliaran, dan ga sedikit juga diantara monyet2 itu yang menyebrang jalan dengan santainya. Kalau di kota yang kaya gini udah abis diteriakin orang2 "dasar monyet!"



Gapura dan suasana jalan Kampung Vietnam


Di pertigaan pertama kami sempat bingung mau ngambil jalan yang mana. Selain mobil depan kami udah entah kemana, petunjuk jalannya juga ga terlalu jelas. Akhirnya kami memutuskan mengambil jalan yang mengarah ke sebuah bukit kecil. Di sini terdapat sebuah lapangan kecil yang di tengahnya ada gereja terbuka Ta On Duc Me yang katanya sih sering dijadikan tempat ziarah oleh para pengungsi yang baragama Katolik. Ga jauh dari gereja terbuka ini ada tempat mirip gubuk dan sebuah miniatur perahu di dalam kotak kaca dan beberapa benda yang sedang direnovasi. Sepertinya gubuk ini semacam kantor dan bengkel restorasi peninggalan2 pengungsi Vietnam dulu. Setelah foto2 sebentar kami masuk lagi ke mobil untuk ngeliat area lainnya. Ternyata di bukit ini jalannya buntu sehingga mau ga mau kami berbalik arah menuju pertigaan sebelumnya untuk mengambil jalan lain.


Gereja terbuka di atas bukit

Dari pertigaan tadi kami maju ngikutin jalan. Kayanya sih ini jalan yang benarnya, soalnya kami mulai lihat beberapa motor yang melewati kami. Di sini kita akan disambut dengan sebuah patung / tugu yang ada taman kecil di belakangnya, namanya humanity statue atau bahasa bekennya Tugu Kemanusiaan. Latar belakang dibangunnya tugu ini adalah untuk memperingati seorang pengungsi wanita yang bunuh diri setelah diperkosa oleh beberapa pengungsi laki2 sekaligus. Wanita tersebut bunuh diri persis di tempat tugu tersebut dibangun. Dengan latar belakang mengerikan itu, dengan senang hati saya melewatkan kesempatan untuk memfoto tugu tersebut.
Dari tugu kemanusiaan kami juga sempat ngelewatin kompleks pemakaman Kristen dan Budha bernama Nghia Trang Grave. Di sini terdapat ratusan makam para pengungsi yang meninggal di Pulau Galang ini. Pada masa pengungsian tersebut, angka kematiannya cukup banyak, sampai lebih dari 500 orang. Penyebabnya juga macam2, mulai dari bunuh diri karena depresi, korban kejahatan sesama pengungsi, sampai yang paling banyak adalah wabah penyakit menular Vietnam Rose yang dibawa para pengungsi dari tempat asalnya. Walaupun kelihatan di area pemakaman ini ada beberapa orang yang asik foto2, kami sih lebih memilih numpang lewat aja. Saya paling ga hobi tuh foto2 di pemakaman, walaupun bentuk makamnya unik2 dan bersejarah. Takut nanti ada yang ikutan mejeng di fotonya... Hhiiii.... T_T . 

Mengikuti jalan yang lebarnya pas2an banget untuk 2 mobil, kami berhenti di Monumen Perahu. Di monumen ini dipajang perahu yang membawa para pengungsi dari Vietnam ke pulau2 di negara lain, termasuk Indonesia. Ukuran perahu kayu tersebut ga terlalu besar, tapi diisi sampai 100 orang, belum lagi perjalanan laut bisa memakan waktu berbulan-bulan. Bisa ditebak selama perjalanan banyak penumpang yang meninggal, baik karena sakit maupun kelaparan. Saya ga bisa ngebayangin deh kaya apa perjuangan para pengungsi itu untuk pergi dari negaranya, se-putus asa itu sampai mengambil resiko yang sangat besar demi bisa terhindar dari perang. 


Monumen perahu

Jalan kaki sedikit dari monumen perahu terdapat Pos Brimob yang juga berfungsi sebagai tempat tahanan (penjara) para pengungsi. Di seberang pos brimob ini terdapat eks Kantor PBB yang sekarang dijadikan mueseum sekaligus pusat pengamanan dan perawatan Sinam. Di dalam sinilah semua jejak dan rekaman sejarah para pengungsi vietnam. Bisa dibilang disini pusatnya para turis berkumpul. Disini cukup banyak dokumen dan foto2 yang dipajang, termasuk sejarah asal muasal mengapa Pulau Galang yang dipilih sebagai tempat untuk para pengungsi. Di tempat ini juga dipajang perkakas dan hasil kerajinan para pengungsi, dan peninggalan seperti data2 tentang pengungsi termasuk kartu identitas sementara. 
Cerita singkatnya tentang kampung ini adalah warga Vietnam yang mengungsi karena perang saudara di negaranya, awalnya tersebar di beberapa lokasi di pulau2 di Indonesia dan ditampung oleh warga sekitar. Tapi lama kelamaan jumlah pengungsi semakin banyak. Akhirnya Indonesia bekerja sama dengan PBB memutuskan untuk menempatkan para pengungsi di daerah yang terisolir untuk memudahkan pemantauan dan meminimalisir hal2 yang tidak diinginkan kaya penyebaran penyakit kelamin menular yang dibawa para pengungsi. Kemudian setelah keadaan di Vietnam membaik, para pengungsi ini sedikit demi sedikit dipulangkan ke negara asalnya. Kampung bekas penampungan pengungsi ini kemudian dikembalikan ke pemereintah Kepulauan Riau untuk kemudian dijadikan tempat wisata sejarah.

Eks Markas PBB yang dijadikan museum

Foto2 eks pengungsi

Penjelasan Pulau Galang sebagai Kampung Sinam

Setelah cukup lama mengikuti sejarah kampung ini, menikmati lukisan, foto2 dokumentasi reuni eks pengungsi, dan hasil karya serta perkakas yang digunakan sehari2 oleh para pengungsi, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan wisata di ek Kamp Sinam. Disini kami ngelewatin bekas beberapa Barak tempat para pengungsi tinggal, Youth Centre, dan juga bekas Rumah Sakit. Rumah Sakit disini dibangun atas bantuan dari pemerintah Australia. Sayangnya saya ga berani turun untuk ngeliat lebih dekat karena tempatnya yang udah terlantar ga keurus dan sepiiii banget. Jadi cukuplah ngeliat dari mobil aja, biar kalau ada apa2 bisa langsung tancap gas :p .
Tempat berikutnya yang kami singgahi adalah tempat ibadah Sakyamuni Sinam Galang Ky Vientu. Disini gereja dan vihara berdiri berdampingan. Kompleks rumah ibadah ini cukup lega, untuk menuju kesana kita harus melewati jembatan kecil. Masing2 tempat ibadah terdiri dari bangunan utama dan bangunan2 kecil tempat patung2 disimpan. Menurut saya bangunan tempat ibadah disini justru lebih terawat dibandingkan bangunan2 lain di area Kampung Vietnam ini.


Youth Centre

Jembatan menuju Gereja / Kapel Kampung Vietnam

Gapura Sakyamuni Sinam Galang Ky Vientu; kiri vihara, kanan gereja

Selesai foto dan melihat2 kompleks peribadahan, kami lanjut menuju arah keluar Kampung Vietnam. Persis sebelum gerbang keluar (sama dengan gerbang masuk), kami tertarik dengan Kuil Quan Am Tur yang letaknya agak naik ke bukit. Jadi sebelum keluar gerbang pembatas Kampung Vietnam, kita belok ke jalan kecil sebelah kanan (atau belok kiri kalau dari arah gerbang). Selain menikmati tempat ibadah dan patung2, kita juga bisa menikmati pemdangangan disini sambil jajan es buah. Lokasinya yang ada diatas bukit bikin kita bisa ngeliat pemandangan sekitarnya. Sayangnya bagian dalam tempat ini tidak diperbolehkan untuk difoto, karena katanya merupakan tempat suci. Ya juga sih, masa ada orang lagi ibadah main cekrak-cekrek aja...

Quan Am Tu

Ukiran naga di tangga menuju kuil

Pemandangan dari Quan Am Tu

Yang bercita2 jadi Dewa/Dewi, silakan masukkin kepalanya

Beres dari Quan Am Tu Kampung Vietnam kami memutuskan untuk menuju gerang keluar dan mengunjungi destinasi wisata lainnya. Kesimpulannya, Kmapung Vietnam ini adalah salah satu destinasi wisata yang layak untuk dikunjungi kalau kita ke Batam. Apalagi kalau kita bosan dengan wisata pantai atau wisata belanja, Kampung Vietnam ini menurut saya wisata yang cukup unik dan menambah pengetahuan kita.
Berikut beberapa tips dari saya kalau mau berkunjung ke Kampung Vietnam :

  1. Usahakan datang pagi dan di musim liburan / weekend. Soalnya kalau datang menjelang sore dan bukan pas waktu libur, agak gelap dan lumayan bikin merinding. Kecuali kalau niatnya bukan wisata, tapi uji nyali.
  2. Bawa teman, jangan datang sendiri. Selain biar ga keliatan awkward, ya biar kalau ada apa2 ga susah sendirian :p
  3. Jangan lupa sarapan dulu atau bawa bekal makanan dan minuman. Saya ga liat ada restoran sih disini.
  4. Pastikan siap kendaraan (mobil / motor), soalnya ga ada Shuttle bus yang siap nganter kita keliling Kampung Vietnam. Selain itu sepanjang jalan saya juga ga liat transportasi umum menuju Pulau Galang.

Happy Holiday :)


Thursday, February 9, 2017

Batam (Part 2)

Hari kedua di Batam kami rencanakan untuk mengunjungi tempat wisata yang lokasinya agak jauh dari pusat kota Batam. Bisa dibilang kami akan sedikit keluar dari kota Batam. Setelah bermalas2an dengan bangun dan mandi agak siang, sekitar jam 10 pagi kami berangkat menuju destinasi pertama, yaitu Pulau Galang. Di perjalanan menuju Pulau Galang perut kami keroncongan karena ga sempat sarapan. Lagi2 karena masih dalam rangka Imlek, banyak rumah makan yang masih tutup. Demi bisa liburan dengan maksimal, terpaksalah kami bela2in ke daerah Batu Aji untuk sekedar mengisi perut brunch di KFC. Duh jauh2 ke Batam makannya ujung2nya fastfood juga :|
Selesai makan, kami berbalik arah menuju jalan utama Trans Balerang yang menghubungkan pulau Batam dan pulau2 lain di sekitarnya. Jalan sepanjang 54 km (64 km sampai Barelang Ujung) ini dimulai dari Pulau Batam sampai Pulau Galang Baru dengan melewati 5 pulau lainnya yang dihubungkan oleh Jembatan Barelang. Jembatan Barelang merupakan singkatan dari "Batam Rempang Galang" karena menghubungkan 3 pulau besar di Kepri. Jembatan Barelang sendiri sebenarnya terdiri dari 6 buah jembatan yang menghubungkan masing2 pulau, yaitu Pulau Batam - Pulau Tonton - Pulau Nipah - Pulau Setokok - Pulau Rempang - Pulau Galang - Pulau Galang Baru. Tapi emang yang terkenal adalah Jembatan Barelang 1 atau nama resminya Jembatan Fisabilillah karena merupakan salah satu jembatan terbesar dan satu2nya jembatan yang dibuat megah diantara jembatan2 Barelang lainnya.

Karena tujuan pertama kami adalah Kampung Vietnam di Pulau Galang, kami menahan diri untuk ga berhenti dulu di Jembatan Barelang yang tersohor di Batam. Rencananya kami bakal mampir di Jembatan Barelang pas arah pulang nanti, toh pulangnya juga kita pasti lewat sini lagi karena jalur ini adalah satu2nya akses mobil menuju Pulau Galang.
Untuk menuju Pulau Galang, kami melalui jalur Trans Barelang yang melewati dua pulau kecil yaitu Pulau Tonton dan Pulau Nipah, serta pulau yang lebih besar yaitu Pulau Setokok dan Pulau Rempang dan kemudian sampailah di Pulau Galang. Jalan yang kami lalui cukup besar dan mulus. Sepanjang jalan lagi2 saya ngerasa deja vu dengan suasana di Kalimantan. Hamparan tanah merah dengan pepohonan yang ga terlalu banyak, dan beberapa daerah yang mulai dibuka untuk dibangun perumahan kelihatan gundul dan banyak alat berat. Mirip dengan suasana di salah satu lokasi di Kalimantan yang sering saya lewati.

Setelah menempuh pejalanan selama 1,5 jam dari Batam sampailah kami di Eks Kamp Sinam (Pengungsi Vietnam) atau yang dikenal juga dengan Kampung Vietnam / Galang Refugee Camp. Lokasi Kampung Vietnam ini sekitar 2,5 km dari jembatan Barelang yang ke-5. Untuk jalan masuknya ada di sebelah kiri jalan (dari arah Batam). Saya agak senang ngeliat banyak mobil yang menuju ke Kampung Vietnam ini. Maklumlah, dari sumber yang saya baca, katanya sejak ditinggalkan para pengungsi yang udah kembali ke negara asalnya, tempat ini menjadi ga berpenghuni. Mengingat tempatnya lumayan luas dan banyak bangunan yang udah ga dihuni, agak serem juga kalau terlalu sepi. Dan kalau ada apa2 sama mobil rental yang kami pakai, repot juga kalau ga ada yang bisa dimintain tolong, apalagi kami cuma berdua dan di daerah tersebut susah sinyal. Baru kali ini mau ke tempat wisata seneng kalau banyak pengunjung :| . Untuk cerita di Kampung Vietnam akan saya tulis di postingan terpisah aja kali ya biar ga terlalu panjang :D .

Setelah cukup lama keliling di Kampung Vietnam, kami lanjut ke destinasi berikutnya yaitu Pantai Mirota. Sebenernya di Kepri ini bertebaran pantai dimana2. Saking banyaknya, rasanya agak sulit kalau mau dijabanin semuanya. Ya iyalah ya, namanya juga kepulauan, udah pasti dikelilingi pantai. Kami memutuskan ke pantai Mirota karena pasirnya yang putih dan lokasinya yang ga jauh dari Kampung Vietnam. Lokasinya ga sampai 1 km dari jembatan Barelang ke-5, atau 1,5 km sebelum Kampung Vietnam. Sebenernya sih sebelum ke Kampung Vietnam ini ngelewatin Pantai Mirota, cuma karena kami datang pas siang bolong, jadi kami memutuskan ke Kampung Vietnam dulu biar pas di pantai ga terlalu terik. Lagipula ngeri juga sih kalau ke Kampung Vietnam pas udah gelap, nanti makin sepi :| .

Untuk masuk Pantai Mirota kita dikenakan biaya Rp 10.000/orang. Pantai Mirota ini sebenernya ga terlalu panjang karena kehalang batu karang yang besar, tapi pantai ini cukup ramai. Walaupun garis pantainya ga terlalu luas, tapi pasirnya lumayan dalam. Pasirnya yang putih dengan butiran pasir agak besar ini bikin saya berasa jalan di tumpukan tepung roti panko :D . Di pantai ini banyak orang2 yang berenang, sekedar duduk2 sambil piknik, mengubur diri di pasirnya, bahkan ada acara perkumpulan segala lengkap dengan backsound dangdut. Di sini juga kita bisa menikmati Banana boat atau memancing di dermaga kecilnya. Buat yang mau berenang disini juga disediain kamar mandi dan toilet. Untuk yang mau duduk2 sambil piknik juga disediain saung2 di pinggir pantai, atau bisa juga sekedar duduk2 cantik di batu karang.


Jalan masuk menuju Pantai Mirota dari Jl. Trans Barelang

Pantai Mirota

Butiran pasir Pantai Mirota

Di pantai Mirota kami hanya sempat foto2 sebentar sekalian basahin kaki dan duduk2 sambil minum teh kemasan. Dari pantai Mirota kami balik ke arah Pulau Batam untuk ngeliat lebih dekat jembatan Barelang 1 yang sempet tertunda :D . Setelah melewati jembatan Barelang2 lainnya, sampailah kami di jembatan Barelang "beneran", jembatan Barelang 1. Setiap lewat jembatan ini selalu macet, bukan salah jembatan atau jalannya sih, tapi macet karena banyak yang parkir gitu aja di sekitar jembatan, baik sebelum, sesudah, atau malah di sepanjang jembatan. Padahal jelas2 ada letter "S" atau dilarang Stop di sepanjang jembatan. Parahnya lagi, yang parkir ini kadang juga ga minggir2 amat, jadi parkirnya agak tengah jalan. Untung jalan di Batam lebar2, jadi walaupun banyak yang parkir agak tengah tapi jalannya masih berasa lega. Sebagai bentuk conformity, akhirnya kamipun ikutan parkir di jajaran mobil2 yang ada di ujung jembatan #ngeles :p . Setelah parkir, kami jalan dikit menyusuri warung2 yang jualan jagung bakar di ujung jembatan, untuk melihat jembatan Barelang lebih dekat.
Jembatan Barelang 1 ini emang kelihatan bagus dan megah dengan 2 tiang utama sebagai pondasi dan kabel2 besar yang menjangkau sepanjang jembatan. Jembatan ini mengingatkan saya dengan jembatan2 lainnya di Indonesia dengan konsep tiang beton dan kabel2. Entah kenapa kebanyakan jembatan yang pernah saya lewatin di Indonesia kebanyakan dibuat dengan model begitu. Sampai sempat kepikiran jangan2 di Indonesia ni ada SOP-nya kalau bangun jembatan harus begitu, hehehe... Padahal bisa jadi dibuat kaya gitu untuk alasan kemananan supaya sanggup menahan beban jembatan ^_^" .


Jalan Trans Barelang

Jembatan Barelang "lainnya"

Jembatan Barelang 1

Ga kerasa kami jalan2 dan foto2 sampai sore dan perut keroncongan. Karena sebelumnya makan siangnya agak awal, jadinya lebih cepat lapar juga, apalagi dibawa jalan2, rasanya ayam KFC yang kami makan udah habis dipakai jalan. Awalnya pasangan saya sempat nawarin untuk nyoba makanan khas Kepri selain mie tarempa, yaitu Gong-gong, sejenis siput laut. Kalau dari ceritanya sih, mirip tutut tapi lebih besar, dan bentuknya persis siput, dengan cangkang dan ada kaya selaput mirip kaki dan antenna. Eeewwwww... Saya ngebayanginnya jijik banget dan ga tertarik untuk nyoba, cukup dengar cerita dan liat fotonya aja T_T . 
Akhirnya kami memutuskan makan seafood biasa aja. Kami makan di Barelang Seafood Resto yang lokasinya tepat di bawah jembatan Barelang. Di sini kami pesan cumi asam manis dan udang goreng mentega. Rasanya sih biasa banget, cuma menang pemandangan aja karena sambil makan bisa lihat jembatan Barelang. Walaupun makanan di sini rasanya biasa banget, tapi kami ga ngerasa rugi karena porsinya yang banyak dan murah. Kami pesan udang dan cumi masing2 1 porsi ternyata dapatnya banyak, masing2 sekitar 3 ons. Apalagi kami makan cuma berdua, pulang dari sini beneran kenyang bego. Untuk harganya, ditambah nasi untuk 2 orang dan 2 gelas es teh manis kami bayar seharga Rp 164.000 aja. Lumayan murah untuk makanan di tempat wisata yang menjual pemandangan :D .


Gong-gong, makanan khas Batam. Berani coba?

Pemandangan dari Barelang Seafood Resto

Menjelang malam kami memutuskan kembali ke pusat kota. Kami memilih nongkrong cantik di Nagoya Hill sambil menunggu jam2an mobil yang kami sewa habis, apalagi besoknya pasangan saya harus bekerja dan saya juga berencana menyebrang ke Singapura :D . Nagoya Hill salah satu tempat yang cukup ikonik di Batam. Walaupun tempatnya ga terlalu luas, tapi cukup ramai pengunjung. Di sini kami ga berlama2, hanya nongkrong sebentar di j.co sambil ngopi dan janjian sama pemilik mobil. Kemudian kamipun pulang ke kost-an jalan kaki sambil menikmati Batam di malam hari.


Nagoya Hill

Kesimpulan dari jalan2 saya ini... Menurut saya Batam adalah kota yang cukup menyenangkan, apalagi selama saya jalan2 di sana didukung oleh cuaca yang mendung tapi jarang hujan, lumayan kan jadinya pas jalan2 ga kepanasan :D . Untuk orang2nya sendiri cukup ramah, lebih ramah daripada waktu saya jalan2 ke Sumatera Utara. Jalan2 dan infrastruktur di kotanya juga oke, jalannya besar2 dan mulus, sayangnya banyak pengendara yang "slonong boy" alias kalau belok langsung nyelonong. Jadinya kudu ati2 kalau bawa kendaraan di sana. Yang ajaib dari Batam adalah di sana banyak banget ruko! Walaupun banyak banget ruko2 yang sepi, tapi sejauh mata memandang, dimana2 ada ruko. Saking banyaknya, mungkin kalau ruko2 itu keisi semua, bisa2 keluarga di Batam masing2 punya 1 ruko :| . 
Yang ajaib juga adalah entah kenapa mereka kalau parkir seringnya di sebelah kanan jalan. Kebayang ga sih kalau mau ke toko gitu, kita parkir di kanan jalan, trus abis parkir masih harus nyebrang. Kalau mau parkir pinggir jalan, kenapa ga sebelah kiri sekalian biar ga cape2 nyebrang lagi :| . Awal2 yang parkir sebelah kanan jalan ini lumayan bikin kagok untuk kita yang biasa pakai lajur kanan sebagai jalur cepat. Kemudian untuk kendaraan umum, saya jarang banget liat angkot kaya di Jawa. Angkutan umum modelnya seperti elf / L300 gitu, dan ga mencolok kaya di Bandung atau Jakarta. Untungnya di sana udah ada Gojek, jadi kemana2 gampang. Taksi pun udah ada Blue Bird
Untuk oleh2, yang terkenal adalah Kek (cake) Pisang merk Villa. Variasi dari kue ini udah lumayan banyak, mulai dari original, topping cokelat, maupun kombinasi dengan buah naga. Rasanya sih sebenernya mirip bolu pisang di Bandung, jadi saya lebih miih beli oleh2 pas nyebrang ke Singapura :p .

Sewaktu pulang dari Batam, di bandara Hang Nadim lagi2 saya mengalami insiden toilet. Di terminal keberangkatan toiletnya udah lebih modern daripada toilet di bagian kedatangan, cuma pintu toiletnya ga ada kuncinya :| . Jadilah saya ngajak seorang ibu2 untuk memberdayakan girl power dengan cara kerjasama saling jagain. Toilet umum termewah yang pernah saya cobain adalah toliet di salah satu masjid di daerah Nagoya. Tempat wudhu, kamar mandi dan toiletnya lebih mewah dari kamar mandi di rumah saya, dan yang pasti bersih banget. Toilet di pelabuhan ferry di Batam Centre juga bagus, bersih dan nyaman. Cuma di bandara aja saya apes soal toilet. Entah ada apalah ini antara saya dan Hang Nadim :| .

End.

Monday, February 6, 2017

Batam (Part 1)

Akhir Januari 2017 kemarin saya berkesempatan mengunjungi Batam. Kebetulan pasangan saya lagi dinas disana lumayan lama, jadilah saya ada alasan untuk pergi ke sana. Modusnya sih nengok si pasangan saya ini, padahal niatnya karena pengen jalan2 aja disana, apalagi saya sendiri juga belum pernah mengunjungi Batam :p . Sebelum berangkat banyak yang bilang ke saya kalau di Batam ga ada apa2, mending sekalian aja ke Singapura. Biar dibilangin kaya gitu, buat saya tetep aja rasanya ga afdol kalau ga datang untuk lihat dengan mata kepala sendiri. Untuk harga tiket pesawat Jakarta - Batam juga relatif murah. Walaupun saya baru beli tiket seminggu sebelum berangkat, saya dapat tiket dengan harga Rp. 900.000 untuk tiket PP menggunakan maskapai Sriwijaya untuk penerbangan yang ga terlalu pagi. Lumayan banget kan :D

Sampai di Bandara Hang Nadim Batam, kesan pertama saya terhadap bandaranya adalah jadul :| . Padahal sebelumnya saya membayangkan Batam adalah kota yang sangat maju dan modern karena letaknya yang dekat dengan Singapura. Ternyata baru menginjakkan kaki di bandara saya udah harus me-reset ekspektasi saya. Hehehe... Disaat bandara2 di kota lain pada berbenah dengan bangunan baru yang megah dan modern, di bandara Hang Nadim ini masih terkesan bangunan lama. Pas saya ke toilet di bagian kedatangan, toiletnya masih menggunakan kloset jongkok, lengkap dengan kran dan ember. Untuk cebok saya harus menggunakan gayung yang lebar banget kaya baskom. Saking lebarnya itu gayung dan gagangnya yang mungil, mau cebok aja rasanya susah banget karena ga kena2 T_T .

Bandara Hang Nadim Batam, dari liputan6.com

Dari bandara saya dijemput pasangan saya untuk kemudian makan siang Mie Tarempa di daerah Sei Panas. Mie tarempa adalah salah satu kuliner khas Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dimana Batam merupakan bagian dari Kepri. Saya yang emang udah lapar langsung semangat '45 untuk makan mie tarempa. Tanpa banyak basa basi karena lapar mengalahkan rindu, langsung kami cuss ke tempat mie tarempa ini. Sepanjang perjalanan dari bandara, kami sempat membahas suasana di Batam. Entah kenapa feeling yang kami dapat ko serasa lagi di Kalimantan ya. Kontur jalan, penataan, dan tanahnya yang didominasi tanah merah ini rasanya lebih mirip dengan suasana di Kalimantan daripada ketika saya trip di Sumatera Utara.
Sayangnya sampai di tempat tujuan saya gagal makan mie tarempa karena ternyata tempatnya tutup. Mungkin karena saya datang pas hari raya imlek, dan kebetulan katanya yang jual emang chinese. Ujung2nya saya malah diajak makan di Warung Sunda Bu Joko di dekat Batam Center. Awalnya saya agak ragu juga sih, masa di Batam makannya di rumah makan Sunda yang namanya jawa. Tapi.... Ternyata rasanya ga mengecewakan dan harganya juga menyenangkan XD . Bolehlah buat yang lagi di Batam tapi pengen makan masakan Sunda :D

Selesai makan kami langsung menuju destinasi yang pertama, yaitu Mesjid Raya Batam di daerah Batam Center. Masjid ini cukup unik dengan kubah yang bentuknya seperti piramida. Selain masjidnya yang besar, pelatarannya juga cukup luas dan udah dilapisi paving block biar kalau kebagian sholat di luar ga becek2an lagi. Uniknya juga, di pelataran masjid juga berjejer kran tempat wudhu yang kalau dilihat dari atas bentuknya menyerupai bintang. Secara keseluruhan arsitektur masjid ini unik dan menarik. Sayangnya beberapa bagian dari area ini kurang terawat. Kalau ngeliat ke arah masjid sih kelihatannya rapi dan bersih, tapi begitu ngeliat keluar area masjid, mulai deh kelihatan banyak rumput liar yang ga dipotong, genangan air yang ga ngalir kemana2, dan paving block yang pecah dibiarin gitu aja.

Masjid Raya Batam

Tempat wudhu di Masjid Raya Batam

Dari area masjid kita bisa lihat juga landmark ala-ala Hollywood dengan tulisan Welcome To Batam yang ada diatas bukit. Karena pengen ngeliat lebih jelas, kami memutuskan jalan kaki ke arah landmark tersebut, ga bener2 sampai manjat segala sih, yang penting bisa ngeliat dengan lebih jelas. Ternyata depan landmark tersebut ada lapangan luas yang di tengahnya ada bangunan setengah jadi yang terbengkalai. Lapangan tersebut kayanya jadi salah satu tempat nongkrong anak muda di sana, dan juga tempat main bola, bahkan ada juga yang latihan nyetir.

Landmark "Welcome To Batam" yang sering dijadiin tempat foto2.

Dari area masjid kami nyebrang ke Alun-alun Batam. Gapura masuk area alun-alun dari arah Masjid Raya bagus dan megah. Awalnya saya kira ini Masjid karena gerbang masuknya yang mirip dengan menara masjid. Bahkan gapura dari arah depan alun-alun ini lebih megah dan lebih mirip masjid. Di area yang bersebrangan dengan Masjid Raya Batam ini di dalamnya ada kantor pemerintahan Kota Batam dan Dataran Engku Puteri. Kantor pemerintahannya bagus dan megah dengan arsitektur yang menarik. Di tengah dataran Engku Puteri terdapat lapangan luas yang dilapisi paving block. Di bagian sampingnya terdapat taman2 kecil yang mengelilingi lapangan luas tersebut. Di bagian taman2nya banyak dijadikan tempat bersantai dan olahraga oleh warga sekitar. Untungnya pas kami ke sana cuacanya lagi berawan, soalnya kalau ga, kebayang deh panasnya, terutama di tengah lapangan yang sama sekali ga ada penutupnya.


Gapura Samping Dataran Engku Puteri

Kantor Pemerintahan Kota Batam

Gapura utama & Dataran Engku Puteri

Dari alun-alun yang terletak di daerah Batam Center, destinasi terakhir kami hari ini adalah ke salah satu mall terbesar di Batam, yaitu Mega Mall Batam Centre. Sebenarnya sih jaraknya selemparan kancut doang dari Dataran Engku Puteri, tapi karena kami ga pakai kancut bawa mobil, jadi sekalianlah kami pindah parkir dan sok2 jadi horang kaya *pake H*, jarak dekat tapi naik mobil full AC.
Nyari parkir di Mega Mall Batam Centre di malam minggu ternyata butuh kesabaran. Mungkin karena Mega Mall ini salah satu tempat yang nge-hitz di Batam, ditambah liburan imlek dan banyak tempat makan yang tutup, jadinya mungkin satu Batam ngumpul semua di sini. Setelah berusaha nyari parkir sambil berdoa, akhirnya kami dapat tempat di area parkir paling atas. Lumayanlah.
Mega mall miriplah sama mall2 pada umumnya. Di sini pasangan saya menyempatkan diri untuk potong rambut biar gantengan dikit *dikit*. O ya, bedanya mall ini dengan mall lain adalah di sini banyak bertebaran money changer. Mungkin karena lokasinya yang dekat (nyambung malah) dengan Batam Centre International Ferry Terminal. Di sini saya juga menyempatkan untuk menukar mata uang ke dolar Singapura sekalian beli tiket untuk nyebrang ke Singapura. FYI aja, kalau mau beli tiket ferry ke Singapura, jangan beli di pelabuhan karena harganya lebih mahal. Belilah di bandara atau di money changer yang ada di mall-mall.

Kelar urusan dompet, lanjut urusan perut. Konon katanya orang Singapura itu kalau ke Indonesia (atau yang nyebrang ke Batam khususnya) doyannya makan di A&W, sama kaya dulu orang Indonesia ke Singapura / Malaysia beli Subway. Jadilah pasangan saya ngajak makan ala2 orang Singapura : Makan di A&W. Saya sih ayo2 aja, apalagi kalau ditraktir. Hehehe... :p
Urusan perut selesai, kami memutuskan untuk ke daerah Nagoya, kebetulan kost-nya pasangan saya di daerah Nagoya. Sebelum sampai di kost-an kami sempat nongkrong di warung2 pinggir jalan. Jadi katanya orang Batam itu senang nongkrong, makanya tempat tongkrongan tersebar dimana2. Model tongkrongannya juga ala2 Singapura gitu, dimana depan toko atau kafe tersebut berjejer kursi dan meja. Jadi kalau di Jawa kan depan toko atau kafe dijadiin tempat parkir, kalau di Batam ini dijadiin tempat nongkrong. Tempat duduk depan kafe tersebut ada yang atasnya dikasih terpal, ada juga yang model terbuka alias misbar (gerimis bubar). Di sini kami duduk2 sambil pasangan saya menyeruput STMJ dan nonton warga sekitar main kembang api.


Suasana tongkrongan daerah Nagoya

Beres nongkrong, kami pulang menuju kost-an pasangan saya di Perumahan Bukit Mas, yang lokasinya persis disamping Nagoya IT Centre. Judulnya sih kost eksekutif, tapi namanya kost2an, tetap bikin saya ngerasa jadi mahasiswa lagi. Umur boleh nambah tua, tapi perasaan harus tetep muda :D

To be continued...