Tuesday, May 31, 2016

Bromo (Part 2)

Puas main kartu kami istirahat di kamar masing2. Setelah tidur sekitar 1-2 jam, saya bangun dan langsung ke kamar mandi. Sialnya di kamar mandi saya ini ga ada air panasnya. Entah di kamar saya aja atau emang di penginapan ini ga menyediakan air panas. Tanpa air panas, boro2 mau mandi, saya cuma sanggup ke toilet dan sikat gigi aja. Ga apa2 deh, saya yakin orang2 yang mau liat sunrise di Bromo pasti mukanya bau bantal semua. Lagipula harus bangun subuh2 buta dan merasakan air di kamar mandi yang sedingin es adalah tragedi kemanusiaan untuk saya T__T . Tapi semua dibela2in demi pemandangan sunrise di Bromo yang konon katanya udah tersohor sampai mancanegara, dan semoga perjuangan saya ini bisa terbayarkan.
Setelah siap kami segera menuju meja respsionis, dan jeep yang kami sewa udah menunggu di depan. Drivernya ini merupakan masyarakat sekitar yang udah biasa bawa mobil 4WD. Selain beberapa jeep yang udah disewa, banyak juga bule2 yang siap menempuh perjalanan dengan jalan kaki. Kamipun langsung berangkat pada waktu yang udah ditentukan. 

Dari dalam jeep saya bisa liat bule2 backpacker yang jalan kaki ke puncak. Sebenernya jaraknya kalau dari penginapan ga terlalu jauh, cuma jalannya itu bo yang menanjak. Salut deh buat bule2 yang kuat jalan kaki, saya sih boro2 jalan, bisa beranjak dari balik selimut jam 3 subuh aja udah luar biasa. Sebelum sampai puncak, kami dikompakin sama drivernya supaya kalau lewat pos anti kami mengaku sebagai kerabat si drivernya. Saya sih iyain aja, padahal dalam hati saya bertanya2 emang penjaga posnya percaya ya, segini muka & warna kulitnya beda2 :| . Sampai pos kami pasang muka datar, sementara si driver ngomong ke petugas pos dengan bahasa daerah. Ternyata katanya disitu sering dimintain uang masuk yang ga resmi, padahal untuk tiket masuk resmi kami udah include dalam paket yang diambil.

Setelah melewati pos, kami sampai juga di Gunung Penanjakan. Kami di-drop di dekat pintu masuknya, sementara druver kami balik lagi untuk cari tempat parkir. Loh ko gunung Penanjakan, bukannya kita mau liat sunrise di Bromo? Jadi ternyata Penanjakan yang termasuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah tempat yang ideal sebagai viewpoint untuk ngeliat sunrise. Posisi Penanjakan yang lebih tinggi dari gunung Bromo bikin pemandangan disini jadi stunning. Kita bisa liat matahari terbit dengan latar belakang gunung Bromo, Batok, dan Semeru. Waktu yang pas untuk "nonton" sunrise ini jam 04.00 - 05.30 WIB. Kalau bisa jangan datang pas musim liburan atau weekend, soalnya tempat viewpoint-nya ga terlalu luas. Waktu saya kesana aja rasanya semua orang berdesakan untuk mendekati pagar, padahal saya kesana hari Senin. Setelah matahari terbit sepenuhnya baru deh agak sepian dan bisa foto2 narsis tanpa harus gantian sama orang lain. Oya, kalau ngerasa masih kedinginan atau penghangatnya kurang mumpuni, sebelum masuk viewpoint banyak ko yang jualan syal, kupluk, sarung tangan, sampai jaket. Harganya juga masih bisa ditawar, apalagi kalau belinya rame2 :D


Suasana dari viewpoint. Saya yang mana coba? :D

Pemandangan setelah matahari terbit

Setelah puas foto2 saya, Adhi, dan Firdi santai2 sebentar di warung Popmie sambil mengganjal perut sekalian nunggu Bang Taat memuaskan hasratnya *hasrat foto2 maksudnya*. Setelah semua selesai, kami turun ke bawah sambil nyari jeep yang kami tumpangi, dan kami langsung menuju kawah gunung Bromo :D . Di perjalanan ini kita ngelewatin hamparan pasir luas yang sering disebut Pasir Berbisik dan padang savana yang sering disebut Bukit Teletubbies. Entahlah kenapa disebutnya kaya gitu, mungkin karena jadi lokasi syuting film pasir berbisik, dan untuk padang teletubbies karena bentuknya yang mirip rumah teletubbies :\ . Liat spot yang oke, kamipun langsung cari posisi untuk berhenti dan foto2 :D 


Pemandangan yang menyejukkan hati :D

Puas foto2 dan selfie diatas jeep, kami melanjutkan perjalanan menuju kawah gunung Bromo. Sambil lihat2 pemandangan dan ngintip hasil foto, saya sibuk buka jaket. Mengingat tadi kami foto2 di tempat terbuka dan matahari udah mulai berseri2, saya mulai ngerasa gerah pakai jaket tebal ini. Apalagi saya biasa tinggal di daerah dingin, walaupun ga sedingin subuh2 di Bromo.
Sampai di "tempat parkir" jeep di lautan pasir atau sering disebut juga Kaldera Bromo, kami turun dan siap2 dengan barang bawaan yang seadanya. Untuk mencapai puncak gunung Bromo yang ada kawahnya, kita masih harus jalan lagi mengarungi lautan pasir dan jalan yang menanjak. Begitu jeep sampai disana kami langsung dikerubungin sama masyarakat Tengger yang menyewakan kudanya. Saya yang antusias pengen naik kuda langsung naik ke kuda yang agak kecil, padahal belum sempat nawar, bahkan belum nanya berapa harga sewa untuk bolak baliknya :)) . Karena ngeliat jaraknya cukup jauh, akhirnya semua setuju untuk naik kuda. Setelah tawar menawar harga, disepakati Rp 120.000 untuk satu kuda perjalanan bolak balik.

Pas naik kuda ini kita ngelewatin Pura Luhur Poten Bromo, yang jadi tempat sembahyang umat Hindu suku Tengger. Beneran ga nyesel deh naik kuda, karena emang jalannya jauh, berliku, cukup terjal dan menanjak. Saya naik kuda juga sempat deg2an karena lewat jalan yang curam. Untungnya kuda dan mas2nya yang menuntunnya ini udah jago, jadi kami selamat sampai di tujuan. Kebanyakan wisatawan emang lebih milih naik kuda dibandingkan jalan kaki. Selain jaraknya yang lumayan jauh, jarang2 juga kan kita bisa naik kuda tanpa takut kesenggol mobil atau dibilang masa kecil kurang bahagia. Buat yang jomblo2, bisa juga sekalian nyari pangeran berkuda putih :p .
Turun dari kuda kami langsung disambut sama tangga yang siap didaki, dan pemandangan keren dengan latar belakang gunung Batok. Sebagai anak muda, kami foto2 dulu sebelum tarik nafas panjang untuk mendaki (yang katanya) 250 anak tangga.


Anak tangga menuju kawah Bromo

Pemandangan Gunung Batok di tengah lautan pasir

Setelah berjuang naik sampai ke puncak dan nungguin cowo2 berperut buncit ini, kami sempat foto2 narsis *wajib*. Waktu itu kawahnya agak berasap samar2 bau belerang yang khas. Yang mau kesini bawa anak kecil, hati2 deh, karena pagar pengamannya menurut saya kurang memadai, celahnya cukup lebar untuk dilewatin orang. Selesai foto2 kami turun dan nyari mamang kuda untuk kembali. Kami mampir di Pura yang kami lewatin sebelumya dan foto2 disitu. Karena isinya foto selfie, untuk foto utuhnya saya ambil dari website lain. Dari Pura ini kami memutuskan untuk jalan kaki aja ke jeep, apalagi jaraknya udah ga terlalu jauh.

Kawah gunung Bromo

Pura Luhur Poten, diambil dari Kompasiana.com

Setelah naik jeep kami kembali ke penginapan, karena travel kembali kami ke Jogja udah nunggu. Setelah beresin barang dan bekal sarapan (roti isi selai kiloan dan air mineral kemasan gelas plastik), kami naik mobil yang menjemput untuk transit di Probolinggo untuk transit sekalian makan siang. Selanjutnya kami dibagi jadi 2 rombongan, rombongan yang menuju Jogja, dan rombongan yang ngelanjutin perjalanan ke Bali. Jadi kalau tour versi lengkap itu rutenya Jogja - Bromo - Bali. Disini kami berpisah sama keluarga bule karena mereka ngelanjutin perjalanan ke Bali. Lumayanlah, kami bisa tiduran dengan leluasa.
Perkiraan sampai di Jogja tengah malam, di jalan kami cari2 penginapan yang murah untuk semalam di Jogja. Untung Adhi yang udah hatam Jogja reserve kost harian Paragon dan infoin kedatangan kami di tengah malam biar ada yang bukain pintu. Setelah dapat penginapan kami main kartu sampai ngantuk, dan tidur dengan tenang dan pulas. Cape cuy, maklum, abis dipaksa bangun subuh :p . Menjelang tengah malam kami diantar langsung di depan pintu tempat kost tersebut. Setelah lapor dan check-in, saya langsung ganti baju dan ngelanjutin tidur. Jalan2nya sih cuma 6 jam aja, tapi udahnya tidur 16 jam. Hehehe...

Paginya baru deh saya bener2 nyimak fasilitas yang disediaiin kost2an harian ini. Judulnya sih kost eksklusif, dan dalamnya modern minimalis. Kamarnya bersih ko, ada TV, kasur (ya iyalah..), AC, dan shower dengan air hangat. Cuma kamar yang saya dapat baunya agak apek, mungkin karena kelamaan kosong. Siangnya, saya yang awalnya berencana pulang naik kereta, akhirnya ganti haluan naik pesawat karena dapat info kalau ibu saya mau operasi. Dibantu Adhi, saya akhirnya booking pesawat Merpati jenis ATR. Duh, belum apa2 saya udah ngebayangin naik ATR ke Bandung... Bandung yang dikeliligi pegunungan biasanya anginnya kencang... Lah ini pakai pesawat baling2 bambu :| . Untungnya, perjalanan saya pulang ke Bandung lancar. Ini pertama dan terakhir kalinya saya ngerasain maskapai Merpati. Untungnya lagi, operasi ibu saya lancar juga. Bisa liburan dan keluarga diberi kesehatan oleh Tuhan, disini saya ngerasa kalau saya sangat beruntung :)

Dari pengalaman saya jalan2 ke Bromo, berikut tips singkat yang bisa nambah2 persiapan teman2 yang mau ke Bromo.
1. Perhatikan musim. Best view Bromo ada di musim kemarau. Lagipula males aja kan, jalan2 gitu trus kehujanan?
2. Perhatikan tempat start. Inget, Bromo itu di Jawa Timur. Start dari tempat yang beda provinsi udah pasti waktu perjalanannya lebih lama. 
3. Bawa baju hangat sesuai kebutuhan.
4. Bawa uang cash, soalnya di Bromo ga ada ATM.. (Eh ada loh yang masih nanya2 ATM terdekat dimana)
5. Browsing harga, dan tawar. Jangan gampang tergiur sama harga yang ditawarin, karena biasanya mereka kasih harga awalnya mahal, mungkin coba2 siapa tau bisa memanfaatkan ketidaktahuan kita.

End.

Note:
Untuk foto yang ga ditulis sumbernya, credited to Adhi & Bang Taat.

Tuesday, May 24, 2016

Bromo (Part 1)

Bulan Juni 2013 saya dan teman2 sesama HR dari jobsite lain janjian untuk cuti bareng dan jalan2 ke Bromo. Kami yang sering ribut di e-mail masalah mutasi karyawan dan sebagainya pengen berdamai dan liburan bareng. Sayangnya sampai saat yang ditentukan cuma berempat aja yang jadwal cutinya pas (dan bisa di-pas2-in :p ), yaitu saya, Bang Taat, Adhi, dan Firdi.
Akhirnya pada hari yang ditentukan kami janjian di Jogja. Dari kami berempat, cuma saya sendiri yang terbang langsung dari Kalimantan. Otomatis saya cuma bawa baju hangat seadanya karena emang ga banyak baju yang saya bawa ke jobsite. Sementara teman2 yang lain yang udah cuti duluan, udah pulang ke rumah dan prepare barang2 yang diperlukan, termasuk baju hangat yang proper.

Saya sampai di Jogja sore menjelang malam, langsung meluncur ke tempat janjian di Malioboro. Sambil nunggu yang lain saya ditraktir makan di KFC sama Bang Taat. Maklumlah saya waktu itu udah 3 bulan di jobsite yang sehari2nya makan menu 4 sehat 5 sempurna jadi kangen dengan junk food. Selain KFC saya juga sempat ditraktir wedang ronde sama Adhi. Mungkin karena saya cewe sendiri dan paling unyu dibandingkan abang2 ini, jadi diistimewakan :D
Setelah semua kumpul, ternyata ada sedikit kendala untuk keberangkatannya. Kami yang awalnya berencana naik kereta ke Malang atau Probolinggo, ternyata ga dapat tiket sehingga harus mencari jalan lain menuju Bromo. Setelah ketiga teman saya cari2 info dan berdiskusi, diputuskan kami akan ikut tour. Sebagai anggota paling cantik di grup ini saya ngasih privilege ke diri sendiri untuk duduk manis dan ngikut aja rencana yang dibuat, selain emang males mikir juga sih...Hehehe.. Maklumlah, saya kan baru menempuh perjalanan dari jobsite sejak jam 5 subuh, jadi rasanya badan & otak saya udah kedap kedip karena low power.

Karena travel agent yang kami pilih baru berangkat pagi hari, kami memutuskan untuk keliling cari hotel/penginapan. Awalnya kami cari hotel di sekitar Malioboro, lewat aplikasi agoda ataupun datang langsung. Maksudnya biar dekat ke tempat travel agent-nya untuk besok pagi. Sayangnya beberapa hotel udah penuh, kalaupun ada kamar kosong, rata2 hanya sisa satu kamar aja. Setelah 2 jam luntang lantung akhirnya kami dapat penginapan yang bagus, bersih, dan yang paling penting ada kamar kosong yang bisa menampung kami semua. Tanpa ba-bi-bu langsung kami booking 2 kamar. Setelah urusan kamar aman terkendali, Adhi mulai ga tega liat saya ke Bromo cuma bermodalkan sweater. Dia yang dulu kuliah di Jogja ngehubungin teman2nya untuk pinjam jaket tebal. Akhirnya malam2, gerimis2, naik motor pula, dia dapat pinjaman jaket untuk saya. Emang seharusnya gini nih kalau yang namanya teman :D

Paginya setelah sarapan kami meluncur ke tempat travel agent yang udah disepakati sebelumnya. Sayang saya lupa nama travel agent-nya. Lokasinya ada di salah satu gang di Jl. Malioboro. Harga paketnya sekitar Rp 320.000/orang dengan fasilitas : PP Jogja - Bromo dengan mobil travel, penginapan satu malam di Bromo + sarapan, dan tiket masuk ke Bromo. Karena dadakan, jadinya ga sempat lagi untuk cari perbandingan travel agent lain. Kami cuma bisa berdoa semoga mobil travelnya sesuai sama yang dijanjikan. Awalnya sempat ragu juga dengan travel agent ini, tapi akhirnya ngeliat calon penumpangnya yang berdatangan satu persatu, bikin kami cukup optimis untuk ikut tour grup ini dengan nyaman dan no tipu2 :)
Sambil nunggu waktu keberangkatan, kami cari cemilan dan hiburan untuk di jalan. Maklumlah jarak tempuh Jogja - Bromo pakai mobil bisa sekitar 10-12 jam, jadi kita antisipasi biar ga mati gaya di jalan. Setelah beli cemilan, air minum, dan kartu remi, kami balik ke titik keberangkatan. Ga lama kemudian mobil jemputan datang, sebuah mobilnya sejenis L-300. Untungnya dalemnya mobil ini lumayan enak, pengaturan tempat duduknya cukup lega dimana satu baris cuma diisi 3 orang, dan AC yang berfungsi baik walaupun ga dingin2 banget2. Disini saya mulai tenang, apalagi awalnya saya sempat ngebayangin L-300 - nya angkot melarat jurusan Semayang (Balikpapan) - Batu Kajang yang satu barisnya bisa diisi 5 orang plus AC yang cuma jadi pajangan aja.

Sepanjang perjalanan saya duduk di paling belakang diantara teman saya yang bernama Firdi dan seorang cewe bule. Di awal perjalanan kami masih semangat ngobrol sambil ngemil, mulai dari gosip di masing2 jobsite dan head office, sampai pertanyaan retorik untuk sekedar basa-basi. Hihihi...Jangan salah loh, biar ngobrolnya sama cowo2, mereka ini ngegosipnya kenceng banget. Mungkin obrolan paling macho di perjalanan itu adalah pas bahas soal kamera :p . Namanya perjalanan panjang, pasti akhirnya bosan juga, dan akhirnya satu persatu dari kami mulai ketiduran. 
Sampai di Probolingga, kami sempat "transit" di kantor si travelnya. Disini kami turun untuk ganti kendaraan sambil briefing untuk petunjuk selanjutnya, mulai dari penginapan, informasi sarapan, keberangkatan ke Bromo dari penginapan (bisa ditempuh dengan jalan kaki atau sewa jeep), sampai penjemputan dari peginapan keesokan harinya. Kami yang berjiwa muda dan malas lebih milih untuk sewa jeep aja. Apalagi 2 teman saya bawa kamera yang lensanya lebih besar dari kameranya, lengkap sama tetek bengeknya termasuk tripod. Untuk sewa jeep ini kita harus tambah biaya Rp 100.000/orang dengan kapasita 1 jeep maksimal 6 penumpang, atau bisa juga sewa 1 jeep dengan tambahan cuma Rp 60.000 udah untuk berempat. Enaknya kalau sewa 1 jeep sendiri kami ga digabung sama peserta lain, jadi bisa lebih bebas jalan2 pakai jeep-nya.
Kelar urusan administrasi, mobil sambungan-pun datang, langsung kami naik dengan posisi duduk sama dengan sebelumnya

Di perjalanan ini kami mulai bosan tidur. Sambil liat2 pemandangan, saya ditantang Firdi untuk ngajak kenalan cewe bule yang duduk di samping saya. Bule berambut pirang ini pakai pants dan tank top, badannya kurus dan tinggi. Setelah basa-basi ternyata bule asal Australia ini masih Junior High School, dan berlibur bareng ortunya yang duduk di baris kedua dari depan. Yaelah, padahal mukanya udah kaya orang dewasa tapi ternyata masih di bawah umur, bareng keluarganya pula. Hehehe.... Gagal total deh rencana Firdi untuk ngajak bule ini jalan bareng :'D
Menjelang malam mobil yang kami tumpangi akhirnya sampai di penginapan Yoschi. Penginapan dengan nuansa etnik dan bambu ini menurut saya sih serem-serem-cozy. Serem karena penginapan ini kalau malam agak sepi, dengan jarak kamar ke resepsionis yang agak jauh, dan kita harus ngelewatin taman yang agak remang2. Di sisi lain, nuansa lantai/dinding dengan kombinasi keramik warna-warni, dinding bambu, dan furniture yang rumahan banget, menyumbang untuk sisi cozy-nya. Disini kami berempat dapat 2 kamar twin bed. 


Kamar tidur & kamar mandi, dari website

Selesai nyimpen barang di kamar, kami menuju restorannya yang juga bernuansa bambu. Kami makan sambil dihibur oleh grup yang memainkan alat musik tradisional dan sepasang bule yang asik menari. Kalau diperhatiin di penginapan ini isinya bule2, malah mungkin cuma kami aja orang Indonesia-nya. Selesai makan dan foto2, kami berempat memutuskan untuk main kartu di kamar sambil nunggu ngantuk. Perjalanan yang cukup panjang dari Jogja bikin kami puas tidur, jadinya sekarang mata melek semelek2nya. Kami main kartu sambil foto2 dengan berbagai pose dan nyoba beberapa efek. Seperti biasa, saya dengan senang hati jadi objek kamera teman2. Hasilnya bagus2 sih, apalagi hawa dingin bikin kulit saya keliatan lebih mulus :p . Sialnya setelah pulang dari Bromo ini saya baru sadar SEMUA foto2 saya pas lagi main kartu ini ada upil ngegantung di hidung dan cabe nyangkut di gigi. Padahal sepanjang malam saya ketawa lebar terus2an T^T . Huhuhu... Jahat banget sih teman2 saya ini ga ada yang ngasih tau T__T

Setelah puas main kartu kami istirahat di kamar masing2 karena kami harus bangun pagi banget. Kalau mau lihat sunrise di Bromo, kami harus udah siap jam setengah 4 subuh. Duh, males banget ga sih... Mau liburan aja bangun paginya ngalahin hari kerja :| . Tapi biar males ya harus dibela2in, soalnya kapan lagi bisa liat sunrise di Bromo ;) 


Suasana restoran, hiburan musik (kiri) dan hiasan di bagian atas (kanan)

To be continued...

Saturday, May 14, 2016

Takdir oh Takdir...

Waktu jaman sekolah saya sering dengar istilah dalam bahasan Sunda "Dipoyok bari dilebok" yang artinya dihina tapi ujung2nya dinikmati juga. Selama ini kita pasti pernah ngalamin keadaan dimana awalnya kita ngejek2 sesuatu, tapi entah kenapa lama2 kita malah jadi suka dan menikmatinya. Contoh paling gampang adalah film atau lagu. Saya masih inget dulu jaman2nya orang2 menghina kangen band tapi ujung2nya hafal lagu2nya diluar kepala, entah karena sebenarnya doyan atau emang lagunya aja yang catchy. Atau dulu menghina film meteor garden yang katanya lebay tapi ujung2nya malah ngikutin ceritanya sampai tamat, atau bahkan sampai bela2in beli posternya segala.

Jadi ceritanya nasib saya ini juga bermula dari hal yang saya hindari banget waktu jaman masih remaja. Saya yang lumayan laku ini *iyain aja* paling ga mau pacaran sama orang Jawa. Stereotype orang Jawa di pikiran saya waktu itu adalah terlalu halus dan lembek, kebalikan banget dari tipe cowo idaman saya. Dari SMP sampai kuliah saya selalu dekat atau pacaran sama orang Sunda, atau paling banter orang Jakarta. Tapi Tuhan itu Maha Segalanya, termasuk Maha Bercanda. Saya yang paling males punya hubungan khusus sama orang Jawa, sejak kerja justru dekatnya sama orang Jawa, malahan sampai sekarang :|

Yang pertama waktu saya masih training, ini dobel2 bercandanya, saya yang paling ga mau sama orang Jawa malah deketnya sama orang Jawa, tepatnya Kudus yang halusnya sehalus2nya orang Jawa. Selain itu umurnya yang 2 tahun lebih muda bikin saya harus menjilat ludah sendiri karena pernah berikrar ga mau sama orang yang lebih muda dari saya.
Setelah hubungan itu ga bertahan lama dan bubar sebelum jalan, saya dekat lagi sama orang lain, lagi2 sama orang Jawa. Cuma kali ini saya dapatnya orang Jawa Timur kelahiran Madura yang cenderung lebih keras. Untungnya lagi pasangan saya kali ini lebih tua 3 tahun, jadi masih sah kalau saya mau bermanja2an :D . Hubungan saya bahkan masih bertahan dengan baik sampai sekarang :)

Selain pasangan, saya juga kena karma untuk teman hidup saya, Oddie dan Sweety, kucing exotic shorthair & persia saya. Saya dari dulu paling ga suka dan paling hobi menghina2 kucing hidup pesek, karena menurut saya mukanya yang demek ga ada lucu2nya dan terkesan jahat. Tapi lagi2 saya dipermainkan takdir. Saya dikasih kucing jenis exotic shorthair yang mukanya pesek banget. Kombinasi muka bloon dan tingkahnya yang bikin rumah saya lebih hidup malah bikin saya jadi jatuh cinta sama jenis ini. Kucing persia saya malah manja dan nempel banget sama saya. Nah lo!

Sejak saat itu saya jadi berusaha lebih hati2 kalau sebel atau ga suka sama suatu hal, jangan terlalu semangat menghina2nya, bisa jadi nantinya nasib berkata lain. Saya juga pernah dinasehatin sama teman sebangku saya waktu SMA, kalau sebel sama sesuatu atau seseorang jangan berlebihan, nanti ujung2nya jadi suka. Ya bener juga sih. Bisa jadi kita ga suka atau menghina karena belum benar2 kenal. Bisa jadi kita menghina suatu lagu karena penampilan penyanyinya yang norak tanpa pernah dengar lagu2nya (padahal kalau udah dengar lagunya ya enak juga). Mending kalau cuma lagu atau penyanyi, lah kalau pasangan hidup!? Jadi kesimpulannya, don't judge too quickly :)

Wednesday, May 4, 2016

Room Service Yang Self Service

Tanggal 30 April 2015 kemarin saya berangkat ke Tasikmalaya dalam rangka acara syukuran hamil 4 bulanannya istri kakak saya. Waktu itu saya dan ortu menginap di Hotel Ramayana, dengan pertimbangan lokasinya yang dekat dengan tempat acara diadakan, selain itu kami juga udah familiar dengan hotel ini karena waktu dulu kakak saya nikahnya di hotel ini dan kami sekeluarga besar menginap di hotel ini.

Hotel Ramayana dilihat dari balkon kamar, dari Tripadvisor.com

Pertama kali menginap disana adalah bulan Oktober 2014, saya menginap di kamar standard. Nuansa kamarnya peralihan dari kamar jadul ke modern, jadinya modern nanggung. Tempat tidurnya udah pakai spring bed yang desainnya modern, matching dengan meja riasnya, cuma untuk meja dan sofanya modelnya masih jadul. Kamar mandinya walaupun udah shower tapi keliatan udah mulai berkerak dan wastafel yang menguning.

Untungnya waktu menginap kedua kalinya kami bertiga dapat kamar super deluxe, yang harganya lebih mahal 60 ribu rupiah aja dari kamar standard. Pas kami masuk kamar, kamar ini jauh lebih bagus daripada kamar yang yang dulu saya tempatin. Ya iyalah, lebih mahal :| . Selain itu katanya sih udah banyak kamar yang selesai direnovasi. Model tempat tidur dan meja riasnya sama dengan kamar standard yang dulu saya tempati, bedanya meja dan sofanya udah matching dengan furniture lainnya yag bernuansa modern. Unuk kamar mandinya pun keliatan lebih modern dengan lantai dan dinding batu berwarna abu2 gelap, so much better dibandingkan kamar yang saya tempati dulu yang lantai kamar mandinya masih dari keramik. Sayangnya wastafelnya keliatan jarang dibersihkan karena warnanya yang udah menguning banget, dan ada helaian rambut yang nyangkut belum dibersihkan. Overall kamar dan balkonnya bersih, cuma minus di wastafel kamar mandi aja. Sayang saya ga nemu foto kamar mandinya yang baru.

Suasana kamar, dari Tripadvisor.com

Ke-absurd-an hotel ini saya rasakan di hari Minggu paginya. Saya yang lagi flu berat dan sakit tenggorokan, ingat dengan menu sarapannya yang bikin saya ga selera, nasi goreng dan roti + Blueband & selai kiloan. Akhirnya saya liat2 menu room service dan tertarik dengan menu cream soup yang kayanya bakal enak banget buat tenggorokan saya. Sayapun menelepon ke nomor untuk room service sambil ngebayangin makan sup hangat sambil tiduran di kasur. Ga lama kemudian telepon diangkat.

"Halo" kata pegawai laki2 yang ngangkat telepon saya.

"Halo mas, saya mau pesan antar makanan ke kamar, bisa?" bales saya dengan suara serak2 kering.

"Bisa, tapi kena charge antar 50" kata si mas2nya dengan nada ketus.

"50!? 50 apa? 50 ribu?" tanya saya dengan nada bloon. Wajarlah saya bloon, sepanjang saya nginep di hotel berbagai bintang, belum pernah saya ngalamin mau pesan room service kena biaya antar, diluar tip. Lah ini, hotel bintang 2 aja biaya antarnya 50 ribu, cuma dari kitchen ke kamar. Biaya delivery Mcd yang perlu naik motor aja ga segitunya. Apalagi saya cuma mau pesan cream soup yang harganya cuma 20 ribuan aja.

"Iya, biaya antar 50 ribu! Udahlah bu, datang sendiri aja ke resto-nya!" si mas2 ini makin jutek.

Tanpa ba-bi-bu telepon langsung saya tutup. Kesel. Iyalah, gimana ga kesel, voucher sarapan ga saya pake karena saya lagi sakit, jadinya males turun dan ngidam cream soup hangat. Eh malah "ditolak" sama pegawai room service-nya, dan saya malah disuruh datang sendiri kesana. Kalau ga niat nganter ya jangan pasang menu room service di kamar -__-" . Seandainya ada jam operasional untuk room service juga baiknya dicantumkan di menu, dan masa iya kaya gitu cara ngejawab telepon dari customer? Zzz... Kalau datang sendiri ke resto untuk ambil pesanan sih namanya bukan room service, tapi self service atau restaurant service :|

Karena pundung, akhirnya pagi itu saya ga sarapan. Ayah saya yang udah tau menu sarapannya dari nginep pertama kali juga ga bergairah untuk turun. Ibu saya yang ga mau rugi voucher sarapan aja ga sanggup ngabisin roti dan nasgornya yang masih lebih enak beli di mamang pinggir jalan.

Awalnya saya mau review hotel ini lumayan value for money kalau pesan lewat situs2 agoda dan sejenisnya. Soalnya kalau pake aplikasi semacam agoda, traveloka, dan sejenisnya kita bisa dapat rate yang lebih murah sampai Rp 100.000 dibandingkan walk-in yang rate-nya bisa sampai Rp 490.000 untuk kamar super deluxe. Tapi mengingat pelayanan room service-nya yang buruk, bisa dipastikan itu terakhir kalinya saya menginap di hotel ini.