Friday, March 17, 2017

Kampung Vietnam di Batam

Waktu jalan2 ke Batam saya membulatkan tekad untuk mengunjungi salah satu tempat wisata yang bernama Kampung Vietnam. Kampung Vietnam atau yang dikenal juga dengan sebutan Eks Kamp Sinam (singkatan dari Pengungsi Vietnam) ini ceritanya adalah sebuah perkampungan yang menjadi tempat penampungan pengungsi Vietnam sekitar tahun 1975 sampai dengan tahun 1996. Letaknya ada di Pulau Galang, sekitar 1,5 jam perjalanan dari Pulau Batam. Daerah sekitar tempat wisata ini tergolong sepi, boro2 ada warung, nyari angkutan aja susah. Untuk masuk ke dalamnya juga masih lumayan jauh, jadi kalau mau wisata sejarah ke tempat ini sebaiknya emang bawa kendaraan sendiri sih.
Untuk masuk ke area Kampung vietnam ini kita dikenakan biaya masuk Rp 5.000/orang dan Rp 10.000 untuk mobil, dan kita bakalan dikasih tiket resmi yang berbentuk kertas warna merah dan biru. Pas di pos ini saya agak lega sih ngeliat di depan saya lumayan banyak mobil yang mau masuk juga ke tempat ini. Soalnya Kampung Vietnam ini sekarang kosong ga berpenghuni, jadi saya ngebayangin kalau sepi kayanya serem juga kalau ada begal atau orang2 yang berniat jahat. Apalagi sejak masuk ke Pulau Galang ini udah sepi banget, ditambah lagi sinyal HP yang mati segan hidup ga mau. 

Setelah bayar tiket, kami masuk melewati gapura masuknya. Di sini kami menyususri jalan kecil yang udah di-aspal, dengan pepohonan yang sebenernya ga terlalu rindang. Entah kenapa begitu masuk saya langsung punya feeling kalau saya udah suudzon terhadap objek yang salah. Saya langsung lupa sama kekhawatiran saya sebelumnya tentang begal / rampok, saya malah jadi lebih takut sama yang bukan manusia, soalnya tempatnya spooky banget ToT . Kurangnya petunjuk jalan dan lampu penerangan menambah kesan spooky di area dengan luas 80 hektar ini. Padahal kami datang siang2 tapi cuaca gelap karena mendung, dan kami juga datang cuma berdua. Duh, mana mobil depan itu ko cepat banget ya majunya T_T . Walaupun sambil merinding disko kami harus tetap maju dengan hati2, soalnya banyak monyet berkeliaran, dan ga sedikit juga diantara monyet2 itu yang menyebrang jalan dengan santainya. Kalau di kota yang kaya gini udah abis diteriakin orang2 "dasar monyet!"



Gapura dan suasana jalan Kampung Vietnam


Di pertigaan pertama kami sempat bingung mau ngambil jalan yang mana. Selain mobil depan kami udah entah kemana, petunjuk jalannya juga ga terlalu jelas. Akhirnya kami memutuskan mengambil jalan yang mengarah ke sebuah bukit kecil. Di sini terdapat sebuah lapangan kecil yang di tengahnya ada gereja terbuka Ta On Duc Me yang katanya sih sering dijadikan tempat ziarah oleh para pengungsi yang baragama Katolik. Ga jauh dari gereja terbuka ini ada tempat mirip gubuk dan sebuah miniatur perahu di dalam kotak kaca dan beberapa benda yang sedang direnovasi. Sepertinya gubuk ini semacam kantor dan bengkel restorasi peninggalan2 pengungsi Vietnam dulu. Setelah foto2 sebentar kami masuk lagi ke mobil untuk ngeliat area lainnya. Ternyata di bukit ini jalannya buntu sehingga mau ga mau kami berbalik arah menuju pertigaan sebelumnya untuk mengambil jalan lain.


Gereja terbuka di atas bukit

Dari pertigaan tadi kami maju ngikutin jalan. Kayanya sih ini jalan yang benarnya, soalnya kami mulai lihat beberapa motor yang melewati kami. Di sini kita akan disambut dengan sebuah patung / tugu yang ada taman kecil di belakangnya, namanya humanity statue atau bahasa bekennya Tugu Kemanusiaan. Latar belakang dibangunnya tugu ini adalah untuk memperingati seorang pengungsi wanita yang bunuh diri setelah diperkosa oleh beberapa pengungsi laki2 sekaligus. Wanita tersebut bunuh diri persis di tempat tugu tersebut dibangun. Dengan latar belakang mengerikan itu, dengan senang hati saya melewatkan kesempatan untuk memfoto tugu tersebut.
Dari tugu kemanusiaan kami juga sempat ngelewatin kompleks pemakaman Kristen dan Budha bernama Nghia Trang Grave. Di sini terdapat ratusan makam para pengungsi yang meninggal di Pulau Galang ini. Pada masa pengungsian tersebut, angka kematiannya cukup banyak, sampai lebih dari 500 orang. Penyebabnya juga macam2, mulai dari bunuh diri karena depresi, korban kejahatan sesama pengungsi, sampai yang paling banyak adalah wabah penyakit menular Vietnam Rose yang dibawa para pengungsi dari tempat asalnya. Walaupun kelihatan di area pemakaman ini ada beberapa orang yang asik foto2, kami sih lebih memilih numpang lewat aja. Saya paling ga hobi tuh foto2 di pemakaman, walaupun bentuk makamnya unik2 dan bersejarah. Takut nanti ada yang ikutan mejeng di fotonya... Hhiiii.... T_T . 

Mengikuti jalan yang lebarnya pas2an banget untuk 2 mobil, kami berhenti di Monumen Perahu. Di monumen ini dipajang perahu yang membawa para pengungsi dari Vietnam ke pulau2 di negara lain, termasuk Indonesia. Ukuran perahu kayu tersebut ga terlalu besar, tapi diisi sampai 100 orang, belum lagi perjalanan laut bisa memakan waktu berbulan-bulan. Bisa ditebak selama perjalanan banyak penumpang yang meninggal, baik karena sakit maupun kelaparan. Saya ga bisa ngebayangin deh kaya apa perjuangan para pengungsi itu untuk pergi dari negaranya, se-putus asa itu sampai mengambil resiko yang sangat besar demi bisa terhindar dari perang. 


Monumen perahu

Jalan kaki sedikit dari monumen perahu terdapat Pos Brimob yang juga berfungsi sebagai tempat tahanan (penjara) para pengungsi. Di seberang pos brimob ini terdapat eks Kantor PBB yang sekarang dijadikan mueseum sekaligus pusat pengamanan dan perawatan Sinam. Di dalam sinilah semua jejak dan rekaman sejarah para pengungsi vietnam. Bisa dibilang disini pusatnya para turis berkumpul. Disini cukup banyak dokumen dan foto2 yang dipajang, termasuk sejarah asal muasal mengapa Pulau Galang yang dipilih sebagai tempat untuk para pengungsi. Di tempat ini juga dipajang perkakas dan hasil kerajinan para pengungsi, dan peninggalan seperti data2 tentang pengungsi termasuk kartu identitas sementara. 
Cerita singkatnya tentang kampung ini adalah warga Vietnam yang mengungsi karena perang saudara di negaranya, awalnya tersebar di beberapa lokasi di pulau2 di Indonesia dan ditampung oleh warga sekitar. Tapi lama kelamaan jumlah pengungsi semakin banyak. Akhirnya Indonesia bekerja sama dengan PBB memutuskan untuk menempatkan para pengungsi di daerah yang terisolir untuk memudahkan pemantauan dan meminimalisir hal2 yang tidak diinginkan kaya penyebaran penyakit kelamin menular yang dibawa para pengungsi. Kemudian setelah keadaan di Vietnam membaik, para pengungsi ini sedikit demi sedikit dipulangkan ke negara asalnya. Kampung bekas penampungan pengungsi ini kemudian dikembalikan ke pemereintah Kepulauan Riau untuk kemudian dijadikan tempat wisata sejarah.

Eks Markas PBB yang dijadikan museum

Foto2 eks pengungsi

Penjelasan Pulau Galang sebagai Kampung Sinam

Setelah cukup lama mengikuti sejarah kampung ini, menikmati lukisan, foto2 dokumentasi reuni eks pengungsi, dan hasil karya serta perkakas yang digunakan sehari2 oleh para pengungsi, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan wisata di ek Kamp Sinam. Disini kami ngelewatin bekas beberapa Barak tempat para pengungsi tinggal, Youth Centre, dan juga bekas Rumah Sakit. Rumah Sakit disini dibangun atas bantuan dari pemerintah Australia. Sayangnya saya ga berani turun untuk ngeliat lebih dekat karena tempatnya yang udah terlantar ga keurus dan sepiiii banget. Jadi cukuplah ngeliat dari mobil aja, biar kalau ada apa2 bisa langsung tancap gas :p .
Tempat berikutnya yang kami singgahi adalah tempat ibadah Sakyamuni Sinam Galang Ky Vientu. Disini gereja dan vihara berdiri berdampingan. Kompleks rumah ibadah ini cukup lega, untuk menuju kesana kita harus melewati jembatan kecil. Masing2 tempat ibadah terdiri dari bangunan utama dan bangunan2 kecil tempat patung2 disimpan. Menurut saya bangunan tempat ibadah disini justru lebih terawat dibandingkan bangunan2 lain di area Kampung Vietnam ini.


Youth Centre

Jembatan menuju Gereja / Kapel Kampung Vietnam

Gapura Sakyamuni Sinam Galang Ky Vientu; kiri vihara, kanan gereja

Selesai foto dan melihat2 kompleks peribadahan, kami lanjut menuju arah keluar Kampung Vietnam. Persis sebelum gerbang keluar (sama dengan gerbang masuk), kami tertarik dengan Kuil Quan Am Tur yang letaknya agak naik ke bukit. Jadi sebelum keluar gerbang pembatas Kampung Vietnam, kita belok ke jalan kecil sebelah kanan (atau belok kiri kalau dari arah gerbang). Selain menikmati tempat ibadah dan patung2, kita juga bisa menikmati pemdangangan disini sambil jajan es buah. Lokasinya yang ada diatas bukit bikin kita bisa ngeliat pemandangan sekitarnya. Sayangnya bagian dalam tempat ini tidak diperbolehkan untuk difoto, karena katanya merupakan tempat suci. Ya juga sih, masa ada orang lagi ibadah main cekrak-cekrek aja...

Quan Am Tu

Ukiran naga di tangga menuju kuil

Pemandangan dari Quan Am Tu

Yang bercita2 jadi Dewa/Dewi, silakan masukkin kepalanya

Beres dari Quan Am Tu Kampung Vietnam kami memutuskan untuk menuju gerang keluar dan mengunjungi destinasi wisata lainnya. Kesimpulannya, Kmapung Vietnam ini adalah salah satu destinasi wisata yang layak untuk dikunjungi kalau kita ke Batam. Apalagi kalau kita bosan dengan wisata pantai atau wisata belanja, Kampung Vietnam ini menurut saya wisata yang cukup unik dan menambah pengetahuan kita.
Berikut beberapa tips dari saya kalau mau berkunjung ke Kampung Vietnam :

  1. Usahakan datang pagi dan di musim liburan / weekend. Soalnya kalau datang menjelang sore dan bukan pas waktu libur, agak gelap dan lumayan bikin merinding. Kecuali kalau niatnya bukan wisata, tapi uji nyali.
  2. Bawa teman, jangan datang sendiri. Selain biar ga keliatan awkward, ya biar kalau ada apa2 ga susah sendirian :p
  3. Jangan lupa sarapan dulu atau bawa bekal makanan dan minuman. Saya ga liat ada restoran sih disini.
  4. Pastikan siap kendaraan (mobil / motor), soalnya ga ada Shuttle bus yang siap nganter kita keliling Kampung Vietnam. Selain itu sepanjang jalan saya juga ga liat transportasi umum menuju Pulau Galang.

Happy Holiday :)