Setelah Lumajang kami lanjut perjalanan ke Jember. Selama ini kalau denger nama Jember saya langsung terngiang2 sama Anang Hermansyah, atau Ponari, bocah yang katanya bisa menyembuhkan dengan batu ajaibnya. Kebetulan teman satu kantor saya dulu juga ada yang berasal dari Jember, jadi saya lumayan sering denger nama Jember walaupun belum pernah kesana. Saya selalu ngebayangin Jember adalah salah satu desa kecil di Jawa Timur yang masih tradisional banget. Setelah sampai disana dan sedikit jalan2 di daerah alun2, ternyata bayangan saya selama ini soal Jember salah besar! Jember yang awalnya saya kira sebuah desa kecil ini ternyata adalah salah satu kota yang cukup maju di Jawa Timur. Kehidupannya udah modern dan tata kota yang menurut saya keren juga, alun2nya juga bagus dan ramai walaupun udah malam. "Kebesaran" kota ini cukuplah untuk bikin saya ngerasa bersalah karena udah under estimate Jember.
Setelah liat2 pemandangan kota, akhirnya sekitar jam 22.30 malam kami sampai di salah satu rumah saudara Jason. Kebetulan kami udah di-booking-kan hotel di dekat situ di daerah Sumbersari, jadi ga lama kami langsung meluncur ke hotel Seven Dream untuk istirahat. Hotelnya lumayan bersih dan nyaman, dengan nuansa islami. Oya karena ini hotel keluarga yang islami, jadi pasutri yang KTP-nya masih single atau beda alamat sebaiknya bawa buku nikah, untuk yang statusnya meragukan langsung aja ambil 2 kamar atau pindah hotel lain daripada jadi drama :p
Anyway, dari resepsionis kita akan melewati taman besar yang di sekelilingnya ada kamar2. Kami kebagian kamar di lantai 2 samping mushola. Kamarnya cukup standar, kurang bersih sih kalau menurut saya, masih ada debu2 halus yang ga kasat mata. Kamar mandinya ga terlalu besar dengan shower yang ada air hangatnya (atau bisa jadi itu air dingin yang berasa hangat saking gerahnya). Untuk hiburan ada TV flat dengan channel2 nasional. Sarapannya juga standar banget, roti dengan pilihan selai lokal, nasi goreng dengan telur mata sapi, teh, dan kopi. Yah lumayanlah untuk kamar seharga Rp 300.000/malam. Walaupun ga berkesan banget, tapi ga mengecewakan juga.
Selesai sarapan dan beres2, kami langsung check out lalu menuju parkiran. Di parkiran pas mau masukkin barang, saya sempat mengalami kejadian memalukan dimana saya salah mobil. Duh, udah modelnya sama, warnanya mirip, parkirnya deketan lagi. Pantesan ko mau buka pintu ga bisa aja... Begitu sadar salah mobil, yang saya lakuin pertama kali adalah liat kiri-kanan, memastikan seberapa rusak image saya. Untungnya cuma satu orang security yang bengong ngeliatin saya. Dengan muka tembok dan gaya sok anggun saya jalan bawa tas masuk ke mobil yang bener, walaupun di dalam mobil saya diketawain abis2an T^T . Dari hotel kami menuju rumah saudara Jason yang lain. Lagi2 disuguhi petis. Untungnya ada menu khas Lebaran lain yaitu gule kambing, langsung saya ambil gulenya dengan porsi tau diri.
Menjelang siang kami lanjut perjalanan ke Bondowoso. Sebenarnya tujuan utamanya adalah Situbondo, tapi kami lewat Bondowoso sekalian jalan2. Bondowoso cukup bersih dan rapi menurut saya. Entah karena saya cuma lewat jalan2 besarnya, atau emang semuanya tertata dengan baik. Di Bondowoso kami sempat lewatin Hotel The Palm yang katanya salah satu hotel paling hitzz disana. Kami juga sempat lewatin Monumen Gerbong Maut. Konon katanya gerbong maut ini diambil dari gerbong kereta yang mengangkut pejuang Indonesia yang menjadi tahanan Belanda dari Bondowoso menuju Surabaya. Sekitar 30 orang-an tahanan diangkut dengan gerbong yang terbuat dari baja dan ga ada ventilasinya sama sekali. Akhirnya sampai di tempat tujuan tersebut para tahanan meninggal karena lemas dan kepanasan. Ih, merinding deh dengar ceritanya..
Dari Bondowoso kami lanjut ke Situbondo. Di Situbondo kami keliling2 sambil napak tilas rumah masa kecilnya Jason, rumah dinas bapaknya waktu beliau masih menjabat disana yang sekarang udah berubah fungsi jadi pusat penanggulangan bencana. Untuk ukuran sebuah kabupaten, jalan2 protokolnya lebar dan rapi. Dari Situbondo kami langsung menuju Probolinggo lewat Pantai Pasir Putih Situbondo yang katanya cukup bagus. Sayangnya karena hari mulai sore, kami cuma bisa liat pantainya dari jalan aja dan ga sempat mampir untuk menikmati pasir putihnya. Semoga kalau nanti kapan2 saya ke Jawa Timur lagi, saya bisa main2 ke pantai ini :D .
Dari pantai ini rute berikutnya menuju arah Probolinggo adalah lewat Paiton. Daerah Paiton yang berada di tepi pantura ini terkenal dengan kompleks pembangkit listriknya. Saking besar dan luasnya kompleks pembangkit listrik ini, dari jauh mirip kota sendiri. Paling pas untuk lewat daerah sini adalah di malam hari karena lampu2 dari pembangkit listriknya keren banget, lampu2 dan cerobongnya sekilas mirip kapal pesiar yang mengingatkan saya dengan Titanic :D *terngiang lagu my heart will go on-nya Celine Dion sebagai backsound*.
Dari Paiton kami mampir Probolinggo lagi untuk makan malam, sebelum akhirnya kembali ke Malang sekalian (rencananya sih) packing untuk pulang ke Jakarta. Kenyataannya sampai di Malang kami langsung tidur, sambil berharap besok pagi masih sempat packing *kebiasaan prokrastinasi* . Tapi kapan sih liburan bisa on-time? Rencana bangun jam 6 pagi, jam 8 baru bangun. Rencana berangkat ke bandara jam 9, jam 10 baru berangkat. Padahal ya, saya flight jam 10.50 WIB, gerbang check-in ditutup jam 10.30 WIB, dan jarak dari rumah di Malang ke bandara juga ga deket2 amat, setengah jamlah normalnya. Sambil dag-dig-dug-serr di jalan, akhirnya sampai juga di bandara jam 10.25! Baru masuk parkiran saya & Jason langsung pamit sama ortunya Jason yang nganterin kami. Begitu sampai tempat drop off kami berdua langsung lari sambil bawa gembolan ransel plus satu dus oleh2 untuk teman dan diri sendiri. Untungnya masih keburu untuk check in, malah sempat2nya wrapping dusnya segala.
Sehabis check in kami langsung naik ke lantai atas menuju boarding room sambil melihat2 bandara baru. Kayanya emang lagi banyak bandara yang berbenah, terutama bandara2 yang mirip terminal kaya di Malang dan Bandung. Ga lama nunggu di boarding room, terdengar panggilan untuk masuk ke pesawat. Ternyata untuk naik ke pesawat kita harus keluar turun tangga dan jalan kaki ke pesawat. Lah, kirain karena boarding room-nya dilantai atas, kita bakal lewat garbarata/airbridge/belalai pesawat, ternyata masih manual jalan kaki. Jadi kesimpulannya udah naik harus turun lagi -__-"
Sampai di rumah, saya langsung diomelin Oddie & Sweety yang kelamaan ditinggal, plus rumah yang udah minta dibersihin. Si Jason juga dapet oleh2 penyakit DBD yang sukses bikin dia ga ngantor selama seminggu.
Jadi liburan kali ini cukup berkesan karena bisa jalan2 ke banyak tempat. Saya jadi inget waktu masih kecil, liburan bareng keluarga menempuh jarak jauh naik mobil. Dulu kan semacet2nya jalan masih manusiawi, ga macet gila2an kaya tol brexit menjelang Lebbaran. Selain itu saya juga menarik kesimpulan kalau yang namanya Jawa Timur, dimanapun itu, segala sesuatunya dipetis, mau rujak, kupat tahu, telur, kerang, semua pakai bumbu petis. Kalau ga terlalu doyan petis kaya saya sih...bye..
End.
Setelah liat2 pemandangan kota, akhirnya sekitar jam 22.30 malam kami sampai di salah satu rumah saudara Jason. Kebetulan kami udah di-booking-kan hotel di dekat situ di daerah Sumbersari, jadi ga lama kami langsung meluncur ke hotel Seven Dream untuk istirahat. Hotelnya lumayan bersih dan nyaman, dengan nuansa islami. Oya karena ini hotel keluarga yang islami, jadi pasutri yang KTP-nya masih single atau beda alamat sebaiknya bawa buku nikah, untuk yang statusnya meragukan langsung aja ambil 2 kamar atau pindah hotel lain daripada jadi drama :p
Anyway, dari resepsionis kita akan melewati taman besar yang di sekelilingnya ada kamar2. Kami kebagian kamar di lantai 2 samping mushola. Kamarnya cukup standar, kurang bersih sih kalau menurut saya, masih ada debu2 halus yang ga kasat mata. Kamar mandinya ga terlalu besar dengan shower yang ada air hangatnya (atau bisa jadi itu air dingin yang berasa hangat saking gerahnya). Untuk hiburan ada TV flat dengan channel2 nasional. Sarapannya juga standar banget, roti dengan pilihan selai lokal, nasi goreng dengan telur mata sapi, teh, dan kopi. Yah lumayanlah untuk kamar seharga Rp 300.000/malam. Walaupun ga berkesan banget, tapi ga mengecewakan juga.
![]() |
Seven Dream Hotel, Jember; dari booking.com |
Selesai sarapan dan beres2, kami langsung check out lalu menuju parkiran. Di parkiran pas mau masukkin barang, saya sempat mengalami kejadian memalukan dimana saya salah mobil. Duh, udah modelnya sama, warnanya mirip, parkirnya deketan lagi. Pantesan ko mau buka pintu ga bisa aja... Begitu sadar salah mobil, yang saya lakuin pertama kali adalah liat kiri-kanan, memastikan seberapa rusak image saya. Untungnya cuma satu orang security yang bengong ngeliatin saya. Dengan muka tembok dan gaya sok anggun saya jalan bawa tas masuk ke mobil yang bener, walaupun di dalam mobil saya diketawain abis2an T^T . Dari hotel kami menuju rumah saudara Jason yang lain. Lagi2 disuguhi petis. Untungnya ada menu khas Lebaran lain yaitu gule kambing, langsung saya ambil gulenya dengan porsi tau diri.
Menjelang siang kami lanjut perjalanan ke Bondowoso. Sebenarnya tujuan utamanya adalah Situbondo, tapi kami lewat Bondowoso sekalian jalan2. Bondowoso cukup bersih dan rapi menurut saya. Entah karena saya cuma lewat jalan2 besarnya, atau emang semuanya tertata dengan baik. Di Bondowoso kami sempat lewatin Hotel The Palm yang katanya salah satu hotel paling hitzz disana. Kami juga sempat lewatin Monumen Gerbong Maut. Konon katanya gerbong maut ini diambil dari gerbong kereta yang mengangkut pejuang Indonesia yang menjadi tahanan Belanda dari Bondowoso menuju Surabaya. Sekitar 30 orang-an tahanan diangkut dengan gerbong yang terbuat dari baja dan ga ada ventilasinya sama sekali. Akhirnya sampai di tempat tujuan tersebut para tahanan meninggal karena lemas dan kepanasan. Ih, merinding deh dengar ceritanya..
![]() |
Monumen Gerbong Maut, dari Bondowosocity.wordpress |
Dari Bondowoso kami lanjut ke Situbondo. Di Situbondo kami keliling2 sambil napak tilas rumah masa kecilnya Jason, rumah dinas bapaknya waktu beliau masih menjabat disana yang sekarang udah berubah fungsi jadi pusat penanggulangan bencana. Untuk ukuran sebuah kabupaten, jalan2 protokolnya lebar dan rapi. Dari Situbondo kami langsung menuju Probolinggo lewat Pantai Pasir Putih Situbondo yang katanya cukup bagus. Sayangnya karena hari mulai sore, kami cuma bisa liat pantainya dari jalan aja dan ga sempat mampir untuk menikmati pasir putihnya. Semoga kalau nanti kapan2 saya ke Jawa Timur lagi, saya bisa main2 ke pantai ini :D .
Dari pantai ini rute berikutnya menuju arah Probolinggo adalah lewat Paiton. Daerah Paiton yang berada di tepi pantura ini terkenal dengan kompleks pembangkit listriknya. Saking besar dan luasnya kompleks pembangkit listrik ini, dari jauh mirip kota sendiri. Paling pas untuk lewat daerah sini adalah di malam hari karena lampu2 dari pembangkit listriknya keren banget, lampu2 dan cerobongnya sekilas mirip kapal pesiar yang mengingatkan saya dengan Titanic :D *terngiang lagu my heart will go on-nya Celine Dion sebagai backsound*.
![]() |
Pembangkit listrik Paiton, dari jawapower.co.id |
Dari Paiton kami mampir Probolinggo lagi untuk makan malam, sebelum akhirnya kembali ke Malang sekalian (rencananya sih) packing untuk pulang ke Jakarta. Kenyataannya sampai di Malang kami langsung tidur, sambil berharap besok pagi masih sempat packing *kebiasaan prokrastinasi* . Tapi kapan sih liburan bisa on-time? Rencana bangun jam 6 pagi, jam 8 baru bangun. Rencana berangkat ke bandara jam 9, jam 10 baru berangkat. Padahal ya, saya flight jam 10.50 WIB, gerbang check-in ditutup jam 10.30 WIB, dan jarak dari rumah di Malang ke bandara juga ga deket2 amat, setengah jamlah normalnya. Sambil dag-dig-dug-serr di jalan, akhirnya sampai juga di bandara jam 10.25! Baru masuk parkiran saya & Jason langsung pamit sama ortunya Jason yang nganterin kami. Begitu sampai tempat drop off kami berdua langsung lari sambil bawa gembolan ransel plus satu dus oleh2 untuk teman dan diri sendiri. Untungnya masih keburu untuk check in, malah sempat2nya wrapping dusnya segala.
Sehabis check in kami langsung naik ke lantai atas menuju boarding room sambil melihat2 bandara baru. Kayanya emang lagi banyak bandara yang berbenah, terutama bandara2 yang mirip terminal kaya di Malang dan Bandung. Ga lama nunggu di boarding room, terdengar panggilan untuk masuk ke pesawat. Ternyata untuk naik ke pesawat kita harus keluar turun tangga dan jalan kaki ke pesawat. Lah, kirain karena boarding room-nya dilantai atas, kita bakal lewat garbarata/airbridge/belalai pesawat, ternyata masih manual jalan kaki. Jadi kesimpulannya udah naik harus turun lagi -__-"
Sampai di rumah, saya langsung diomelin Oddie & Sweety yang kelamaan ditinggal, plus rumah yang udah minta dibersihin. Si Jason juga dapet oleh2 penyakit DBD yang sukses bikin dia ga ngantor selama seminggu.
Jadi liburan kali ini cukup berkesan karena bisa jalan2 ke banyak tempat. Saya jadi inget waktu masih kecil, liburan bareng keluarga menempuh jarak jauh naik mobil. Dulu kan semacet2nya jalan masih manusiawi, ga macet gila2an kaya tol brexit menjelang Lebbaran. Selain itu saya juga menarik kesimpulan kalau yang namanya Jawa Timur, dimanapun itu, segala sesuatunya dipetis, mau rujak, kupat tahu, telur, kerang, semua pakai bumbu petis. Kalau ga terlalu doyan petis kaya saya sih...bye..
End.
No comments:
Post a Comment